Profil Me

Sabtu, 15 November 2014

Sejarah Perkembangan Profesi Akuntan di Indonesia

Profesi akuntan telah dimulai sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa apakah ada kecurangan yang terdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola / dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara pemilik dan pengelola modal tadi.
Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan inilah yang membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan/ laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana. Pihak itulah yang kita kenal sebagai Auditor.

Sejarah Perkembangan EPA 

1. Masa Sebelum Kemerdekaan

Dalam Sejarah, Indonesia pertama kali mengenal Akuntansi pada masa penjajahan, bukan pada masa kerajaan. Namun yang dipelajari oleh bangsa Indonesia saat itu ialah ilmu tata buku (bookkepper) yang hanya sekedar mencatat administrasi bisnis tanpa memperhatikan keperluan pelaporan, pengawasan  dan analisa. Di dalam buku setengah abad profesi akuntansi yang ditulis oleh Theodorus M Tuanakotta ditemukan ada 6 (enam) Kantor Akuntan Belanda yang pada masa penjajahan beroperasi di Indonesia. Kantor Akuntan Belanda itu seperti; (1) Frese & Hogeweg, (2) H.J. Voorns, (3) E.F. Jahn, (4) H. Grevers, (5) J.P Van Marle, (6) Mej G. Segall yang tepatnya beroperasi di Indonesia pada tahun 1918 s.d 1941 di Jakarta, Bandung, Palembang, Semarang, Surabaya, Malang dan Medan. Pada masa ini tentu saja tidak ditemukan seorang Akuntan asal Indonesia apalagi mengenai EPA, tetapi setidaknya Indonesia telah mengenal istilah Akuntansi atau lebih tepatnya Tata Buku "Bookkeeper". Singkatnya bangsa Indonesia belum memiliki peluang memimpin praktek akuntan di tanah air, namun secara individu telah menyiapkan dirinya dengan mengikuti pendidikan akuntan yang ada.

2. Masa Kemerdekaan

2.1 Masa Orde Lama 

Indonesia Merdeka. Namun profesional akuntansi di tanah air saat itu masih sangat minim. Hal itu terjadi karena minimnya perhatian dari pemerintah terhadap Akuntansi mengingat Indonesia saat itu ditimpa segudang masalah politik- ekonomi pasca menyatakan dirinya merdeka. Presiden Ir. Soekarno yang anti-kapitalis membuat pelaku bisnis hengkang dari Indonesia yang juga berdampak ikut hengkangnya para profesional akuntansi asing. Puncak masalahnya adalah saat Indonesia mengalami inflasi 650% menjelang akhir masa pimpinan Presiden Ir. Soekarno yang juga adalah sang proklamator RI. Tidak adanya investasi/ pendanaan yang masuk ditambah dengan minimnya tenaga ahli dalam akuntansi membuat Indonesia lamban dalam hal membangun ekonominya. Padahal saat itu juga pemerintah sedang menasionalisasikan perusahaan - perusahaan eks-belanda yang ada di tanah air.

Sejarah mencatat, setidaknya pada masa orde lama ada beberapa hal penting mengenai perubahan dalam bidang pendidikan akuntansi seperti pemakaian istilah Accounting (Amerika) dan Accountancy (Inggris) menggantikan istilah Bookkeeper (yang diajarkan Belanda) dan juga persyaratan menjadi akuntan yang semula harus menyelesaikan doktorandus ekonomi perusahaan kemudian diharuskan mengambil mata kuliah tambahan seperti auditing, akunting sistem, dan hukum perpajakan.

Kemudian sejarah lahirnya Profesi Akuntan asli Indonesia juga dimulai pada orde lama ini dengan membentuk Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Awalnya, pada 17 Oktober 1957,  Prof R Soemardjo bersama 4 alumnus pertama FEUI yaitu Drs. Basuki Siddharta, Drs Hendra Darmawan, Drs Tan Tong Joe, dan Drs Go Tie Siem memprakarsai dibentuknya suatu organisasi akuntan Indonesia. Akhirnya suatu organisasi tersebut diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia yang secara resmi dibentuk pada 23 Desember 1957 beranggotakan 11 akuntan yang ada saat itu, dan kemudian disahkan oleh Menteri Kehakiman RI pada 24 Maret 1959.  Dimana setelah hampir 1 dasawarsa berdirinya IAI, Indonesia memiliki 12 Kantor Akuntan pada awal tahun 1967. Selanjutnya di organisasi akuntan Indonesia inilah Etika Profesi Akuntansi dan Kode Etiknya dibuat bekerja sama dengan pemerintah.

2.2 Masa Orde Baru

Indonesia pada masa dibawah pimpinan presiden Soeharto menganut sistem perekonomian terbuka. Terbitnya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan  Penanaman Modal Dalam Negeri  (PMDN) menandai era baru pembangunan ekonomi bangsa Indonesia dimulai. Sebagai konsekuensi dari perekonomian terbuka, Indonesia banyak kedatangan investasi asing/pendanaan yang masuk dari  dunia Internasional. Hal ini tentu saja berdampak pada kebutuhan akan jasa profesional Akuntansi. Dan Indonesia kembali kedatangan banyak Akuntan Asing. Untuk mengatasinya dibuatlah skema joint partnership oleh pemerintah antara profesional akuntansi asing dengan profesional akuntansi Indonesia untuk mendirikan Kantor Akuntan Gabungan. Pada November 1967 berdirilah Joint Partnership pertama di Indonesia dengan nama Kantor Akuntan Arthur Young (Amerika) & Santoso Hartokusumo. Joint Partnership berikutnya pada Mei 1968 dengan nama Kantor Akuntan Velayo (Filipina) & Utomo.

Kemudian Pemerintah menyusun Etika Profesi Akuntansi ("EPA") dan Kode Etik Kantor Akuntan Gabungan tersebut dimana;
1. Tidak boleh mengaudit perusahaan negara (sekarang disebut BUMN) karena Audit atas perusahaan negara merupakan wewenang Direktorat Akuntan Negara (DAN).
2. Tidak diperkenankan meminta fasilitas penanaman modal asing (PMA).
3. Akuntan asing yang masuk ke Indonesia harus memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 34 Tahun 1954. (isinya dimana merupakan etika dimana seseorang yang menyebut dirinya akuntan harus memenuhi persyaratan pendidikan akuntan untuk melindungi kepentingan klien/pemberi kerja).
4. Akan membantu memajukan profesi akuntansi di Indonesia.

Dalam penerapannya, "EPA" maupun kode etik yang telah disusun diatas banyak diabaikan. Banyak yang membuka praktek "akuntansi" padahal tidak bersertifikasi, hal tersebut melanggar UU No. 34 Tahun 1954. Kemudian, dapat dilihat secara jelas bagaimana Pertamina yang menerima bantuan dana dari Bank Dunia juga diaudit/ ditangani oleh Kantor Akuntan Asing. Sampai puncaknya pada tahun 1997 ketika krisis moneter melanda kawasan Asia, dimana Indonesia mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan meminta bantuan IMF yang kemudian IMF meminta kepada "the big six" (istilah kap terbesar di dunia) untuk melakukan "due diligence" terhadap dunia perbankan yang kemudian terungkap adanya masalah struktural perbankan di tanah air (namun sampai saat ini masih belum terungkap jelas).

Akhirnya, Krisis Nasional pun terjadi, Presiden Soeharto diminta turun dari jabatannya oleh rakyat Indonesia. Kegagalannya memimpin Indonesia selama beberapa dekade ditandai dengan ia menyisakan hutang negara yang besar.

2.3. Masa Orde Setelah Orde Baru (Masa Reformasi)

Pada masa ini, Indonesia dipimpin oleh Presiden B. J. Habibie, Gusdur, Megawati Soekarnoputri, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ("SBY") sampai dengan saat ini. Ada 2 hal besar yang dihadapi pemerintah pasca-Soeharto, yang berdampak pada profesi Akuntansi di orde setelah orde baru ini adalah;
1. Membangun kembali perekonomian pasca krisis keuangan 1997/1998
2. Upaya menangani kasus korupsi dan memberantas korupsi yang masih terjadi

Di Indonesia, Etika Profesi Akuntansi ("EPA") dewasa ini khususnya kode etik Akuntan Publik dituangkan kedalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) berdasarkan keputusan DepKeu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 17 Tahun 2008 yang isinya mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP. SPAP sendiri merupakan terjemahan dari International Federations of Accountans. EPA/SPAP menjadi sangat vital dikarenakan profesional di bidang akuntansi memiliki tanggung jawab yang luas, tidak hanya kepada klien atau pemberi kerja tetapi juga kepada publik atau pihak ketiga yang berkepentingan (seperti supplier, pegawai, pemerintah, creditor, dan konsumen).

Pelanggaran terhadap SPAP tentunya akan dikenakan sanksi yang tegas seperti Pembekuan Izin Usaha sampai dengan Pencabutan Izin Usaha. Hal ini dimaksudkan supaya kepercayaan publik terhadap pengendalian profesi akuntansi terjaga dengan baik.


referensi: 
1. Buku Setengah Abad Profesi Akuntansi, Theodorus M Tuanakotta
2. Sumber lain terkait

Tidak ada komentar: