Sebutlah seorang pemuda berusia 13 tahun ini namanya
Gani. Lahir dari keluarga baik-baik. Ia pun juga sekolah, saat ini masih dalam
masa pendidikan SMP. Konon ceritanya keluarga yang tadinya kaya-raya mendadak
jatuh miskin karena perusahaan sang ayah yang bergerak di bidang kontraktor gulung
tikar (bangkrut).
Di tengah hobinya, ia bergabung dengan klub motor, ikut balap-balapan padahal belum mempunyai SIM. Gani tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk menyalurkan hobinya itu lebih
dalam. yaitu memakai barang-barang bermerk di tubuhnya, membeli
aksesoris-asesoris untuk motornya, dan sebagainya. Belum lagi ejekan dari teman-teman
satu klub yang selalu diterimanya. Sementara di satu sisi, terdapat sebuah klub
juga yang menamai diri mereka ‘street guys‘.
Dalam
jiwanya yang labil, Gani akhirnya ikut-ikutan. Anak-anak ‘street‘ jiwa
kekeluargaannya lebih besar dibanding anak-anak klub yang berasal dari keluarga
‘berada’. Gani mulai merokok, bahkan untuk anak seusianya yang masih tergolong
belia, ia sudah mulai mengenal alkohol. Orang tuanya tak henti-henti
menasehatinya, tapi doktrin punk terlalu kuat.
Orang
tuanya hanya bisa mengurut-urut dada saja ketika Gani membantah sewaktu disuruh
membuang sampah di tempat pembuangan sampah yang tidak begitu jauh dari
rumahnya. Hingga suatu waktu sang ayah marah besar ketika Gani membentak beliau
hanya karna disuruh pergi ke warung makan. Kemarahan sang ayah membuat Gani
sakit hati karena dia belum pernah melihat sang ayah semarah itu kepadanya.
Gani pergi
dari rumah tanpa membawa baju ganti satupun. Ia pergi bersama kumpulan barunya
yaitu ‘street guys‘ atau lebih kita kenal dengan nama anak punk yang
sesungguhnya keberadaan mereka sangat meresahkan masyarakat sekitar dan selalu
membuat para polisi jengkel. Di sinilah petualangan Gani dimulai.
Bersama
kumpulan barunya ia ikut mengamen di lampu merah, jika lapar dan tidak cukup
uang ia mentegakan dirinya mengorek-ngorek tempat sampah demi mengobati
perutnya yang sangat kelaparan. Sementara ayah dan ibunya menangis berhari-hari
di rumah, berharap Gani, anak laki-laki satu-satunya mereka segera pulang ke
rumah.
Gani
memiliki seorang kakak perempuan yang kemudian diasuh oleh tantenya setelah
mereka jatuh miskin. Akhirnya suatu saat ibunya mendapati anak lelakinya itu
sedang mengorek sebuah tong sampah. Kulitnya bertambah hitam, tubuh jangkungnya
terlihat semakin kurus, rambutnya yang hitam legam bagus berubah menjadi model
mohak yang tak beraturan dan berwarna merah yang entah mungkin dari cat rambut
murahan.
Ibunya
menangis melihat anaknya itu dan memintanya pulang ke rumah. Tapi Gani tetap
membantah sampai akhirnya temannya membujuknya untuk pulang. Dan pulanglah ia.
Ayahnya mulai mengalah padanya. Motor satu-satunya yang tersisa di rumah itu
khusus untuk Gani pakai. Gani mulai mau sekolah lagi.
Namun di
akhir pekan, muncullah keinginan Gani untuk pergi ke luar kota. Tidak ada yang
bisa menghalangi langkahnya untuk pergi ke Samarinda. Dan ternyata Gani pergi bersama
anak-anak punk. Namun ayah dan ibunya tak begitu khawatir karena di Samarinda
banyak tante-tante dan sepupunya.
Sampai
akhirnya ia berkenalan dengan seorang gadis kelas 3 SMP (sebut saja di SMPN 5
Samarinda bernama Mia). Kebetulan Mia adalah teman satu sekolah sepupunya. Gani
pulang ke Jakarta dengan hati berbunga-bunga. Bertambah rajinlah ia berkunjung
ke Samarinda karena gadis bernama Mia ini. Orang tuanya sungguh khawatir
sesuatu terjadi padanya sepanjang perjalanan lintas kota itu.
Akhirnya
kelulusan pun tiba. Gani masuk STM di salah satu Swasta Jakarta, jurusan
elektro. Belum selesai cobaan yang harus Gani dan keluarganya terima. Berawal
dari kecurigaan kedua orang tuanya kalau si anak buta warna karena Gani sangat
susah membedakan antara warna Biru dan hijau, ditambah lagi dengan sang ayah
adalah seorang yang buta warna.
Akhirnya
keluarga membawanya ke puskesmas, namun kata puskesmas hanyalah kurang latihan.
Oleh karena itu kedua orang tuanya tetap nekad memasukkan ke STM yang terdekat
dari rumahnya. Namun karena sudah dilatih berulang-ulang si Gani belum juga
bisa menghafal warna-warna tersebut, dengan bantuan sang tante, Gani kembali
untuk melakukan pemeriksaan dan dibawa ke dokter spesialis mata. Gani dinyatakan
buta warna parsial. Sang ibu membawa surat pernyataan dari dokter itu ke pihak
sekolahnya agar anaknya dipindahkan jurusan ke jurusan otomotif saja.
Ternyata
pihak sekolah malah beranggapan bahwa anak buta warna sama sekali tidak bisa
masuk di STM di jurusan apapun, jadi lebih baik pindah ke sekolah umum saja. Padahal
STM tersebut sebelumnya tidak melakukan test buta warna terhadap calon-calon
siswanya maupun meminta surat pernyataan tidak buta warna terlebih dahulu dari
para calon siswanya, seperti yang dilakukan oleh STM negeri. Di sekolah
teman-teman memperlakukannya seperti orang yang dikucilkan, sikap sang guru
juga kurang baik kepadanya (karena Gani memang bukan siswa teladan di
sekolahnya).
Akhirnya
Gani membuat keputusan untuk berhenti sekolah. Ia hanya mempunyai ijazah SMP
dan tambah menjadi-jadi kehidupan malam dijalaninya di usianya yang baru 16
tahun itu. Suatu hari yang paling membuat orang tuanya shock adalah Gani yang
baru pulang dari Samarinda, membawa Mia pacarnya ke rumah. Saat itu memang sang
kakak sedang menginap juga di rumahnya.
“Kenapa kamu
bawa gadis ini ke rumah Gani? Rumah dia di Samarinda lalu rumah kita di
Jakarta?”, ujar sang ibu kepada Gani.
“Bu, Mia hanya akan
menginap semalam saja. Mau jalan-jalan dulu di Jakarta, tidurnya bareng kak
Rahma saja bu” (kakaknya Gani). Jawab Gani.
“Apakah kamu sudah
ijin kepada orang tua mu, Nak Mia?” Tanya sang ibu kepada Mia.
Mia bilang, “sudah bu”.
Walau masih
sedikit curiga karena Mia masih menggunakan seragam pramuka, namun orang tua
Gani cukup lega karena menurutnya Mia sudah meminta ijin sebelum ke Jakarta
bersama Gani.
Sampai kemudian
terjadi kehebohan besar. Tantenya Gani menelpon ke rumah menanyai Gani tentang
keberadaan Mia, karena orang tua Mia membuat ribut di rumah tantenya tersebut.
Ketika mengetahui Gani membawa Mia ke Jakarta, tantenya langsung menyuruh mamahnya
Mia berbicara sendiri kepada ibunya Gani.
Ibu meminta
mamahnya Mia untuk tidak terlalu khawatir, namun mamahnya Mia tetap bersikukuh meminta
alamat Gani di Jakarta. Di tengah tidur pulasnya Mia, jam 4 subuh, orang tuanya
menjemput menggunakan taxi argo. Mereka tampak sangat khawatir karena Mia,
karena Mia anak semata-wayang mereka. Akhirnya Mia dilarang orangtuanya menemui
Gani lagi.
Hingga
akhirnya, suatu ketika Gani datang lagi ke Samarinda namun sudah tidak disambut
baik oleh keluarganya Mia. Orang tua Mia tidak suka Gani bergaul dengan Mia,
karena Gani hanyalah seorang yang lulusan SMP, dan seorang punker. Mia berasal
dari keluarga kaya. Sejak saat itu Gani patah hati berat dengan Mia.
Gani
mencoba untuk bunuh diri, namun teman-teman satu kumpulannya mencegahnya.
Kehidupan Gani tambah lekat pada kehidupan punk. Waktunya habis untuk mengamen
dan berkumpul bersama anak-anak punk di jalanan. Puskib adalah tempat
berkumpulnya mereka. Lampu merah adalah tempat mereka mengamen. Lagu andalan
anak-anak punk berjudul “Punk Rock Jalanan”. Lagu itu selalu Gani nyanyikan
saat mengamen, karena dia merasa bahwa lagu itu sangat sesuai untuknya, dia
memang seorang “Punk Rock Jalanan”.
Sewaktu
orang tuanya memohonnya melepaskan diri dari punk, Gani berkata,
“Bu, mereka
juga keluargaku. Sewaktu motorku kehabisan bensin di kilometer 20-an, di tengah
hijau kota sana, dan aku tidak memegang uang sepeserpun, aku menghubungi
seorangpun temanku tak ada yang bisa datang menolongku, tapi ketika aku
menelpon Dedy, salah seorang teman punk, semua anak punk Jakarta datang
menghampiriku, jalan kaki mereka dari kota demi aku, menemaniku mendorong motor
sampai aku bisa mengisi bensin motorku. Aku menangis dalam hati saat itu.
Karena sebenarnya saat itu aku sudah ingin lepas dari mereka. Saat Mia meninggalkanku,
tapi punk tidak pernah meninggalkanku.”
Orang
tuanya terharu dan tidak sanggup berkata apapun lagi. Punk memang meresahkan
masyarakat, mungkin karena mereka terkesan urakan, tapi sikap kekeluargaan
mereka terhadap sesamanya patut diacungi jempol. Begitulah kisah Gani, Punk
Rock Jalanan.