Profil Me

Rabu, 28 Maret 2012

Perekonomian Indonesia - Tugas Perbedaan Sistem Ekonomi Liberal dan Sistem Ekonomi Campuran



PERBEDAAN SISTEM EKONOMI LIBERALIS DAN SISTEM EKONOMI CAMPURAN




Sistem Ekonomi Liberal ( Pasar Bebas )

Sistem ekonomi liberal / pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Sistem ini sesuai dengan ajaran dari Adam Smith, dalam bukunya An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.

Ciri dari sistem ekonomi liberal / pasar adalah :

1.        Setiap orang bebas memiliki barang, termasuk barang modal.

2.        Setiap orang bebas menggunakan barang dan jasa yang dimilikinya.

3.        Aktivitas ekonomi ditujukan untuk memperoleh laba.

4.        Semua aktivitas ekonomi dilaksanakan oleh masyarakat (Swasta).

5.        Pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pasar.

6.        Persaingan dilakukan secara bebas.

7.        Peranan modal sangat vital.


Kebaikan dari sistem ekonomi antara lain :

1.        Menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi.

2.        Setiap individu bebas memiliki sumber-sumber produksi.

3.        Munculnya persaingan untuk maju.

4.    Barang yang dihasilkan bermutu tinggi, karena barang yang tidak bermutu tidak akan laku dipasar.

5.    Efisiensi dan efektivitas tinggi karena setiap tindakan ekonomi didasarkan atas motif mencari laba.


Kelemahan dari sistem ekonomi antara lain :

1.        Sulitnya melakukan pemerataan pendapatan.

2.        Cenderung terjadi eksploitasi kaum buruh oleh para pemilik modal.

3.        Munculnya monopoli yang dapat merugikan masyarakat.

4.        Sering terjadi gejolak dalam perekonomian karena kesalahan alokasisumber daya oleh individu.

 

Sistem Ekonomi Campuran


Sistem ekonomi campuran merupakan perpaduan antara sistem kapitalis dan sistem sosialis, yang mengambil garis tengah antara kebebasan dan pengendalian, yang berarti juga garis tengah antara peran mutlak negara/kolektif dan peran menonjol individu. Garis tengah disesuaikan dengan keadaan di mana perpaduan itu terjadi, sehingga peran situasi dan lingkungan sangat memberi warna pada sistem perpaduan/campuran tersebut.

Ciri-ciri sistem ekonomi campuran :
·       Kegiatan ekonomi dilakukan oleh pemerintah dan oleh swasta
·       Transaksi ekonomi terjadi di pasar, dan ada campuran tangan pemerintah
·       Ada persaingan serta masih ada control dari pemerintah

Kebaikan sistem ekonomi campuran

·      Kebebasan berusaha
·      Hak individu berdasarkan sumber produksi walaupun ada batas
·      Lebih mementingkan umum dari pada pribadi

Kelemahan sistem ekonomi campuran
·      Beban pemerintah berat dari pada beban swasta
·      Pihak swasta kurang memaksimalkan keuntungan

Sistem ekonomi campuran merupakan penggabungan anatara mekanisme pasar dengan campur tangan pemerintah. Sistem ekonomi campuran ini juga dibedakan ke dalam dua jenis sistem ekonomi, yaitu Market socialism  dimana peran pemerintah yang tampak lebih dominan dan Social Market dimana mekanisme pasarlah yang lebih dominan walaupun tetap ada campur tangan dari pemerintah. Contoh negara yang menganut sistem ekonomi campuran Market Socialism adalah Swedia. Sedangkan contoh negara yang menganut sistem ekonomi campuran Social Market adalah Inggris dan Jerman.

Dalam sistem ekonomi campuran, tujuan campur tangan peran pemerintah dalam kegiatan perekonomian adalah untuk mengoreksi distorsi ekonomi. Diakuinya hak kepemilikan pribadi dalam sistem ekonomi campuran ini tidak membuat semua faktor produksi yang vital / penting juga bisa menjadi kepemilikan pribadi karena kepemilikan faktor produksi yang vital akan  tetap diatur dan diawasi oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah akan memberikan jaminan sosial serta mengupayakan pemerataan distribusi pendapatan. Tentang penetapan harga, walaupun harga-harga ditentukan oleh mekanisme pasar, namun bila diperlukan pemerintah juga perlu mengadakan pengawasan serta koreksi terhadap harga-harga tersebut.

Karena merupakan penggabungan dari sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi komando, Penerapan sistem ekonomi campuran ini akan mengurangi berbagai kelemahan dari sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi komando yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat karena berimbangnya peran pemerintah dan swasta dalam menjalankan kegiatan perekonomian.

Dalam sistem ekonomi campuran, pemerintah dan swasta dalam hal ini masyarakat saling berinteraksi dalam memecahkan masalah ekonomi. Kegiatan ekonomi masyarakat diserahkan kepada kekuatan pasar, namun sampai batas tertentu pemerintah tetap melakukan kendali dan campur tangan dengan tujuan agar perekonomian tidak lepas kendali dan tidak hanya menguntungkan pemilik modal besar. Pada saat ini, kecenderungan untuk menerapkan sistem ekonomi pada berbagai negara semakin meningkat karena pada dasarnya tidak ada negara yang bisa dengan murni menerapkan sistem ekonomi pasar maupun sistem ekonomi komando.

Sumber :

http://jurnalakuntansiku.blogspot.com/2012/03/sistem-ekonomi-asas-liberalis-dan.html

http://pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files_modul/31001-5-705639038228.pdf


Perekonomian Indonesia - Tulisan Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru



PERKEMBANGAN SISTEM PEREKONOMIAN
SEBELUM ORDE BARU



PENDAHULUAN

Sudah hampir 66 tahun Indonesia merdeka. Akan tetapi kondisi perekonomian Indonesia tidak juga membaik. Masih terdapat ketimpangan ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masih tinggi, serta pendapatan per kapita yang masih rendah. Untuk dapat memperbaiki sistem perekonomian di Indonesia, kita perlu mempelajari sejarah tentang perekonomian Indonesia dari masa orde lama hingga masa reformasi. Dengan mempelajari sejarahnya, kita dapat mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang sudah diambil pemerintah dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian Indonesia serta dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi permasalah ekonomi yang ada. Sistem perekonomian Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu Pemerintahan pada masa orde lama, orde baru, dan reformasi. Tapi di sini saya khusus membahas membahas sistem ekonomi pada maasa orde lama.
Sejak berdirinya negara RI, sudah banyak tokoh-tokoh negara pada saat itu yang telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok. Seperti Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai cita-cita tolong menolong adalah koperasi namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Menurut UUD 1945, sistem perekonomian Indonesia tercantum dalam pasal-pasal 23, 27, 33 & 34. Demokrasi Ekonomi dipilih karena memiliki ciri-ciri positif yang di antaranya adalah (Suroso, 1993)  Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak yang di kuasai oleh negara. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pengawasan terhadap kebijaksanaannya serta sumber-sumber kekuatan dan keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta  mempunyai hak akan pekerjaan dan kehidupan yang layak. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.


PEMERINTAHAN SEBELUM ORDE LAMA

1.        Masa Penjajahan
Saat masih dalam penjajahan, perekonomian Indonesia dikuasai oleh negara asing (penjajah). Saat masa penjajahan Belanda, VOC didirikan untuk memonopoli perdagangan di Indonesia. VOC memiliki Hak Octrooi, yang berisi :
Ø  Hak mencetak uang
Ø  Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
Ø  Hak menyatakan perang dan damai
Ø  Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
Ø  Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Oleh karena itu, pada saat Belanda menjajah Indonesia, perekonomian Indonesia dikuasai Belanda sepenuhnya.

2.        Masa Orde Lama
Sejak berdirinya negara RI, sudah banyak tokoh-tokoh negara pada saat itu yang telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun diskusi kelompok.
Seperti Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai cita-cita tolong menolong adalah koperasi (Moh Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985) namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran.
Menurut UUD 1945, sistem perekonomian Indonesia tercantum dalam pasal-pasal 23, 27, 33 & 34. Demokrasi Ekonomi dipilih karena memiliki ciri-ciri positif yang di antaranya adalah (Suroso, 1993):
·         Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
·                 Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara & menguasai hajat hidup orang banyak yang di kuasai oleh negara.
·               Bumi, air & kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara & dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
·       Pengawasan terhadap kebijaksanaannya serta sumber-sumber kekuatan & keuangan negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat.
·                 Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan & kehidupan yang layak.
·            Hak milik perorangan diakui & pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
·                   Potensi, inisiatif & daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
·                   Fakir miskin & anak-anak terlantar di pelihara oleh Negara.

Dengan demikian di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
1.      Free fight liberalism, yaitu adanya suatu kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah dan terjajah dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
2.      Etatisme, yaitu keikutsetaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat. Jadi masyarakat hanya bersikap pasif saja
3.      Monopoli,suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti keingian sang monopoli. Disini konsumen seperti robot yang diatur untuk mengikuti jalannya permainan.

Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila, Demokrasi Ekonomi & ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti system perekonomian liberalis & etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950an- 1957an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, yang mewarnai sistem perekonomian Indonesia pada tahun 1960an sampai dengan masa orde baru. 
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950- 1965an sebenarnya telah di isi dengan beberapa program & rencana ekonomi pemerintah. Di antara program-program tersebut adalah:
a.   Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai mata uang (sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b.   Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan semangat berwirausaha para pengusaha pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya kepada importir pribumi serta memberikan kredit pada pengusaha pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c.     Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d.     Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) , yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan kepada pengusaha pribumi. Pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi pengusaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e.       Program / Sumitro Plan tahun 1951
f.        Rencana Lima Tahun Pertama tahun 1955 – 1960
g.       Rencana Delapan Tahun
h.   Pembatalan sepihak atas hasil perjanjian KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha – pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan – perusahaan tersebut.

Walaupun demikian, semua program & rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
 Ø  Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan di bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitikberatkan pada masalah politik, bukan masalah ekonomi.
 Ø  Kelanjutan dari akibat di atas, dana negara yang seharusnya di alokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru di alokasikan untuk kegiatan politik & perang.
 Ø  Faktor berikutnya adalah terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (setiap parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13x kabinet yang berganti pada ssat itu. Akibatnya program-program & rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas.
 Ø  Disamping itu program & rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi & aspirasi dari berbagai pihak. Selain itu, putusan individu & partai lebih di dominankan daripada kepentingan pemerintah & negara.
 Ø  Cenderung terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950- 1957) & etatisme (1958- 1965)
     Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut, dapat dilihat dari bukti-bukti berikut:
 Ø  Semakin rusaknya sarana-sarana produksi & komunikasi, yang membawa dapak menurunnya nilai ekspor kita.
 Ø  Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’
 Ø  Defisit anggaran negara yang makin besar & justru ditutup untuk mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat di cegah kembali.
 Ø  Keadaan tersebut masih di perparah dengan laju pertumbuhan penduduk sebanyak 2,8% yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu yakni 2,2%

PEMERINTAHAN PADA MASA ORDE LAMA

Pemerintahan pada masa orde lama dibagi menjadi tiga yaitu:
a.        Masa pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk, yang antara lain disebabkan oleh :
  1. Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javashe Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
  2. Adanya blockade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
  3. Kas Negara kosong
  4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara lain :
  1. Program Pinjaman Nasional, Mentri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP melakukan pinjaman ke negara lain pada bulan Juli 1946
  2. Upaya menembus blockade dengan diplomasi beras ke India (India merupakan Negara yang mengalami nasib yang sama dengan Indonesia yaitu sama-sama pernah dijajah, Indonesia menawarkan bantuan berupa padi sebanyak 500.000 ton dan India menyerahkan sejumlah obat-obatan kepada Indonesia),mengadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
  3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
  5. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

b.        Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Pada masa ini, sistem politik dan sistem ekonomi Indonesia menggunakan prinsip – prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar, padahal pada kenyataannya pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
  1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai mata uang (sanering) untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
  2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada kabinet ini untuk pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan pembangunan yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP)
  3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi. (Kabinet Sukiman)
  4. Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah. (Kabinet ini sangat melindungi importer pribumi, sangat berkeinginan mengubah perekonomian dari struktur colonial menjadi nasional)
  5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut. (Kabinet Burnahudin)

c.       Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
1.  Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut: Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialisIndonesiadengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

PENUTUP

Dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya :
  1. Free fight liberalism, yaitu adanya suatu kebebasan usaha yang tidak terkendali
  2. Etatisme, yaitu keikutsetaan pemerintah yang terlalu dominan
  3. Monopoli,suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu,
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi Pancasila, Demokrasi Ekonomi dan “mungkin campuran”, namun bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950an- 1957an merupakan bukti sejarah  adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan sistem etatisme, yang mewarnai sistem perekonomian Indonesia pada tahun 1960an sampai dengan masa orde baru
            Walaupun demikian, semua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
·         Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan di bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung mentitikberatkan pada masalah politik, bukan masalah ekonomi.
·         Kelanjutan dari akibat di atas, dana negara yang seharusnya di alokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru di alokasikan untuk kegiatan politik & perang.
·         Faktor berikutnya adalah terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet yang dibentuk (setiap parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13x kabinet yang berganti pada ssat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas.
·         Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Selain itu, putusan individu dan partai lebih di dominankan daripada kepentingan pemerintah dan negara.
·         Cenderung terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950- 1957) dan etatisme (1958- 1965).

DAFTAR PUSTAKA

Selasa, 27 Maret 2012

Pengantar Bisnis - Franchising


MAKALAH
BISNIS FRANCHISING
DISUSUN OLEH :
Nama : Nurfitri Budiapriyanti
Kelas : 1EB16
NPM : 25211345
Fakultas / Jurusan : Ekonomi / Akuntansi
UNIVERSITAS GUNADARMA

BAB I
PENDAHULUAN

Terdapat dua pengertian pokok mengenai bisnis, pertama bisnis merupakan kegiatan-kegiatan, kedua bisnis merupakan sebuah perusahaan. Para ahli pun mendifinisikan bisnis dengan cara berbeda. Definisi Raymond E. Glos dalam bukunya “Business: its nature and environment: an introduction”, dianggap memiliki cakupan yang paling luas, yakni:
“bisnis merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industry yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan mempertahankan dan memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka”
Orang mencoba untuk terjun menjadi pengusaha karena banyak hal, tapi diruntut-runtut biasanya berakhir pada kebebasan mengelola usahanya sesuai kata hati, iming-iming penghasilan yang jauh dibandingkan dengan kenaikan gaji 5-10% setiap tahun.
Masalahnya selain harus punya dana cukup untuk memulai usahanya, kita juga perlu kosentrasi penuh supaya kita tahu liku-liku usaha yang kita sedang coba tekuni. Alih-alih membuang dana dan energy pada trial and error, yakni sering-sering lebih banyak errornya ada jalan keluarnya. Yaitu membeli waralaba (franchising). Kebebasan menjadi pengusaha tercapai. Trial and error telah dilakukan orang lain, sehingga kita tidak perlu babak belur karena menghadapi error yang berkepanjangan.

1.2. Identifikasi masalah
Saya mencoba untuk membahas waralaba (franchising) dalam makalah ini. Bagaimanapun waralaba (franchising) adalah salah satu tawaran investasi. Sebaik-baiknya investasi, kita tetap perlu cermat, karena yang namanya tawaran selalu manis. Apa saja yang perlu kita lihat, kita hitung kembali, kita ketehui dari prospektus franchising tersebut.

1.3. Pembatasan masalah
Motivasi utama kegiatan bisnis adalah laba yang didefinisikan sebagai perbedaan antara penghasilan dan biaya-biaya yang dikeluarkan. Dalam bisnis, para pengusaha harus dapat melayani pelanggan dalam jangka panjang, selain harus selalu mengetahui kesempatan-kesempatan baru untuk memuaskan keinginan pembeli. Ini semua berkenaan dengan kesempatan usaha waralaba (franchising).

1.4. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
  1. Bagaimana deskripsi perencanaan bisnis yang memaksimalkan peluang keberhasilan?
  2. Bagaimana deskripsi sejarah singkat waralaba (franchising)
  3. Bagaimana definisi mengenai waralaba (franchising)?
  4. Bagaimana deskripsi contoh waralaba (franchising) lokal di Indonesia?
  5. Bagaimana deskripsi peran waralaba terhadap sektor perekonomian Nasional?
1.5. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Ditinjau dari pembuatan makalah ini bertujuan sebagai bahan nilai untuk memenuhi tugas Pengantar Bisnis pembuatan Makalah Pembelajaran Soft Skill. Menggambarkan perencanaan bisnis di masa depan dengan cara memahami usaha franchising dengan baik, menambah wawasan juga mengenai dunia usaha franchising di Indonesia.

1.6. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini saya buat dengan menggunakan bantuan teknologi modern, yaitu pencarian bahan melalui internet dan buku buku yang membahas tentang Franchisng.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perencanaan Bisnis
Perencanaan bisnis merupakan alat yang sangat penting bagi pengusaha maupun pengambil keputusan kebijakan perusahaan. Tujuan perencanaan bisnis adalah agar kegiatan bisnis yang akan dilaksanakan maupun yang sedang berjalan tetap berada dijalur yang benar sesuai dengan yang direncanakan. Perencanaan bisnis juga merupakan pedoman untuk mempertajam rencana-rencana yang diharapkan, karenda didalam perencanaan bisnis kita dapat mengetahui posisi perusahaan kita saat ini, arah tujuan perusahaan dan cara mencapai sasaran yang ingin kita capai. Perencanaan bisnis yang baik harus memuat tahap-tahap yang harus dilakukan untuk memaksimalkan peluang keberhasilan.
Perencanaan bisnis juga dapat dipakai sebagai alat untuk mencari dana dari pihak ketiga, seperti pihak perbankan, investor, lembaga keuangan dan sebagainya. Bantuan dana yang diperlukan tersebut dapat berupa bantuan dana jangka pendek untuk modal kerja maupun jangka panjang untuk perluasan atau biaya investasi.

2.2. Sejarah Singkat Mengenai Waralaba (Franchising)
Franchise pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine Company, produsen mesin jahit Singer pada 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada tahun 1898. Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan di Inggris waralaba dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada dekade 60an.
Di Indonesia franchise dikenal sejak era 70an ketika masuknya Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar 1995. Data Deperindag pada 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima waralaba di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima waralaba asing terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabili ditandai dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada 2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Istilah franchise (seterusnya waralaba) memang beraroma perancis. Namun Amerika Serikatlah yang mempopulerkan istilah itu. Kata franchise sendiri bermakna “kebeabsan” (fredom). Dalam bahasa Indonesia, franchise diterjemahkan waralaba atau terjemahan bebasnya lebih untung. Wara berarti lebih. Sedangkan laba artinya untung.
Waralaba (franchising) berakar dari sejarah masa silam prakter bisnis di Eropa. Pada masa lau, bangsawan diberikan wewenang oleh raja untuk menjadi tuan tanah pada daerah-daerah tertentu. Pada daerah tersebut, sang bangsawan dapat memanfaatkan tanah yang dikuasainya dengan imbalan pajak/upeti yang dikembalikan kepada kerajaan. System tersebut menyerupai royalty, seperti layaknya bentuk waralaba saat ini.
Selain itu, perawalaba pun lebih fokus untuk menjual waralaba milik mereka dibandingkan membangun dan menyempurnakan system bisnis waralabanya. Banyak investor baru gagal oleh modus seperti ini. Hal ini menjadi salah satu  pencetus munculnya IFA (internasional Franchise Association) pada tahun 1960.

2.3. Definisi Mengenai Franchising (waralaba)
Franchise berarti kebebasan yang diperoleh seseorang untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu. Sedangkan pewaralaba (franchising) adalah suatu aktivitas dengan system waralaba (franchise), yaitu suatu system keterkaitan usaha yang saling menguntungkan antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee).
Franchising (pewaralabaan) pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat. Dengan demikian, franchising bukanlah sebuah alternatif melainkan salah satu cara yang sama kuatnya, sama strategsinya dengan cara konvensional dalam mengembangkan usaha. Bahkan sistem franchise dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut pendanaan, SDM dan managemen, kecuali kerelaan pemilik merek untuk berbagi dengan pihak lain. Franchising juga dikenal sebagai jalur distribusi yang efektif untuk mendekatkan produk kepada konsumennya melalui tangan-tangan franchisee.
Masing-masing negara memiliki definisi sendiri tentang waralaba. Amerika melalui International Franchise Association (IFA) mendefinisikan franchise sebagai hubungan kontraktual antara franchisor dengan franchise, dimana franchisor berkewajiban menjaga kepentingan secara kontinyu pada bidang usaha yang dijalankan oleh franchisee misalnya lewat pelatihan, di bawah merek dagang yang sama, format dan standar operasional atau kontrol pemilik (franchisor), dimana franchisee menamankan investasi pada usaha tersebut dari sumber dananya sendiri.
Sedangkan menurut British Franchise Association sebagai garansi lisensi kontraktual oleh satu orang (franchisor) ke pihak lain (franchisee) dengan:
  1. Mengijinkan atau meminta franchisee menjalankan usaha dalam periode tertentu pada bisnis yang menggunakan merek yang dimiliki oleh franchisor.
  2. Mengharuskan franchisor untuk melatih kontrol secara kontinyu selama periode perjanjian.
  3. Mengharuskan franchisor untuk menyediakan asistensi terhadap franchisee pada subjek bisnis yang dijalankan—di dalam hubungan terhadap organisasi usaha franchisee seperti training terhadap staf, merchandising, manajemen atau yang lainnya.
  4. Meminta kepada franchise secara periodik selama masa kerjasama waralaba untuk membayarkan sejumlah fee franchisee atau royalti untuk produk atau service yang disediakan oleh franchisor kepada franchisee.
Sejumlah pakar juga ikut memberikan definisi terhadap waralaba. Campbell Black dalam bukunya Black’s Law Dict menjelaskan franchise sebagai sebuah lisensi merek dari pemilik yang mengijinkan orang lain untuk menjual produk atau service atas nama merek tersebut.
David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
Sedangkan menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise definisikan sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang dimiliki oleh seseorang (franchisor) seperti merek yang diberikan kepada orang lain (franchisee) untuk menggunakan barang (merek) tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang disepakati.
Selain definisi menurut kacamata asing, di Indonesia juga berkembang definisi franchise. Salah satunya seperti yang diberikan oleh LPPM (Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen), yang mengadopsi dari terjemahan kata franchise. IPPM mengartikannya sebagai usaha yang memberikan laba atau keuntungan sangat istimewa sesuai dengan kata tersebut yang berasal dari wara yang berarti istimewa dan laba yang berarti keuntungan.
Sementara itu, menurut PP No.16/1997 waralaba (franchising) diartikan sebagai perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Definisi inilah yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia.
Unsur-unsur Waralaba, antara lain :
1.      Harus mempunyai merek (nama termasuk derivatifnya) : Logo, moto atau perusahaan.
2.      Harus mempunyai system bisnis yang bisa digandakan.
3.      Ada biaya atau free yang dibayarkan.
4.        Adanya pelatihan awal
Macam-macam Waralaba, antara lain :
a.       Product franchising (trade-name franchising)
b.      Manufacturing franchising (product – distribution franchising)
c.       Business – format franchising (pure/comprehensive franchising)
d.      Franchising pribadi

2.4. Contoh Waralaba (Franchising) Lokal
A. ALFAMART
Alfamart dahulu bernama Alfa Minimart.  Lalu pada tanggal 1 Januari 2003 baru berubah menjadi Alfamart. Visi Alfamart adalah menjadi jaringan distribusi ritel terkemuka yang dimiliki oleh masyarakat luas, berorientasi pada pemberdayaan pengusaha kecil, pemenuhan kebutuhan dan harapan konsumen, serta mampu bersaing secara global. Misi Alfamart adalah memberikan kepuasan kepada pelanggan dengan berfokus pada produk dan pelayanan berkualitas unggul.
Alfamart merupakan perusahaan jasa distributor eceran yang menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari. Target geografisnya adalah areal perumahan, fasillitas publik, dan gedung perkantoran. Target demografi utamanya adalah ibu rumah tangga serta kelompok sosial-ekonomi kelas menengah.
Tawaran Franchise, Keuntungan bermitra dengan Alfamart antara lain:
1.      Survei lokasi secara mendetail dan perencanaan desain toko.
2.      Target pasar jelas.
3.      Seleksi produk berkualitas sesuai standar Alfamart.
4.      Bantuan seleksi dan pelatihan karyawan.
5.      Paket sistem dan administrasi keuangan toko.
6.      Promosi dan pembukaan toko.
7.      Panduan, bimbingan operasional, supervise, dan konsultasi selama lima tahun.
8.      Tergabung dalam jaringan Alfamart.
Untuk menjadi franchisee Alfamart, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1.      Perorangan/badan usaha (koperasi, CV, PT, dan lain-lain).
2.      Warga Negara Indonesia.
3.      Sudah atau akan memiliki tempat usaha dengan luas 80 m2.
4.      Memenuhi persyaratan perizinan.
5.      Mempunyai area yang cukup.
6.      Bersedia mengikuti sistem dan prosedur yang berlaku di Alfamart.
Ada beberapa paket tawaran investasi. Untuk luas toko 80 m2 dengan 36 rak, investasi awalnya adalah Rp 300.000.000,-, paket 45 rak dengan luas toko 100 m2 Rp 330.000.000,-, dan paket 54 rak dengan luas toko 120 m2 Rp 380.000.000,-. Tempat usaha disediakan sendiri oleh franchisee (milik pribadi atau sewa) dengan persetujuan Alfamart.
Royalti fee yang dikenakan pada franchisee dihitung secara progresif atas penjualan bersih perbulan dengan ketentuan sebagai berikut:
Penjualan Bersih
Presentasi
Rp 0 – Rp 75.000.000
0%
Rp 75.000.000 – Rp 100.000.000
2%
Rp 100.000.000 – Rp 150.000.000
2.5%
Ø  Rp 150.000.000
3%

B. PT. GUNUNG SELAMET
1.1. Our excellent Process
Proses produksi PT.Gunung Selamet adalah kombinasi dari pekerja trampil dan teknologi terkemuka. Saat ini perusahaan mempekerjakan sekitar 2000 staff. Pengemasan menggunakan mesin dari Jerman dan Italia. Salah satunya adalah teknologi knotting system, yang dapat menghasilkan 350 kantung the per detik.
Produksi teh wangi : Pengeringan teh hijau,peragian, proses pewangian,penyortiran bunga,dan pengeringan teh wangi.
Proses produksi teh hitam : Pencampuran
1.2. Our Strict Quality Control
Untuk menghasilkan produk bermutu tinggi yang konsisten, PT Gunung Selamat bertahan pada pengendalin mutu yang teliti. Dalam kaitan dengan ini, PT Gunung Selamat memiliki sejumlah sertifikat seperti 
  • HALAL sertifikat dari MUI
  • HACCP sertifikat dari McDonald’d
  • WSI (Worldwide Supplier Identification) & WRIN (Worldwide Raw Item Number) dari McDolnald’s.
1.3. Our Mutual Partnerships
Perusahaan besar di Indonesia membina partnership dengan PT Gunung Selamet dalam kaitan dengan dedikasinya dalam memproduksi produk bermutu. McDonald’s dan Nustika Ratu dan yang lain menggunakan bahan baku kantong teh.

1.4. Our Loyal Customers
Produksi seperti Teh Cap Botol, Teh celup Sosro dan Teh Cap Poci di distribusikan secara nasional sedangkan sisanya tergantung pada permintaan pasar. Distribusi produk dilaksanakan oleh perwakilan lokal di seluruh Indonesia.

1.5. About Tea
Introduction of tea to Indonesia
Teh di kenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji Teh secara besar-besaran dari Cina untuk di budidayakan di pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah pada tahun 1824 Dr.Van Siebold seorang ahli bedah Tentara Hindia Balanda yang pernah melakukan penelitian alam di Jepang mempromosikan usaha pembudidayaan dengan bibit teh dari Jepang. Usaha perkebunan Teh pertama dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehinggan pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, Teh menjadi salah satu tanaman yang harus di tanam rakyat melalui Politik Tanam Paksa (Culture Stetsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan Teh diambil alih oleh pemerintah RI. Sekarang, perkebunan dan perdagangan Teh juga dilakukan oleh pihak swasta.

1.6. Product
Teh Cap Botol, Teh Cap Poci, Teh Cap Sadel, Teh Cap Trompet, Teh Cap Berko. Es Teh Cap Poci.
Konsep Bisnis Es Teh Poci :
  • Menciptakan ENTREPRENEURS melalui Unit Usaha Mandiri (UKM)
  • Menciptakan lapanagan kerja baru
  • Menciptakan peluang pasar baru
Biaya Investasi Awal
Paket Meja 1 (Meja Kecil)                   : Rp.5000.000,-
Paket Meja 2 (Meja Besar)                  : Rp.7.500.000,-
(harga sewaktu-waktu bisa berubah)
Keuntungan Bisnis Es Teh Cap Poci
  • Biaya Investasi Awal paling ringan (Rp.5.000.000,; dan Rp.7.500.000,-)
  • Return on Investment (balik modal) Paling Cepat (Penjualan 70 cup sehari, ROI=3,4 bulan)
  • Modal Kecil, Untung Besar (Modal Kerja : Rp.1.219,/ cup)
  • Harga jual : tidak terikat dan tidak mematok
  • Dibawah naungan perusahaan terkemuka Ahlinya Teh
Perhitungan Laba Es Teh Cup Poci
Paket Meja 1 (perhitungan ini hanya ilustrasi)
Analisis Usaha
  • Biaya Investasi Awal : Rp.5000.000,;
  • Penjualan Rata-rata/hari : Rp.70 cup/hari
  • Harga Jual Es Teh Poci : Rp.2.500.;
  • Omset/bulan : 70 cup x 30 hari x Rp.2.500,- (Rp.5.250.000,-)
Biaya Variabel
  • Sewa Tempat : 500.000,-
  • SDM : Rp.700.000,-
  • Modal Kerja : Rp.2.559.000,-
  • Jumlah :Rp.3.759.000,-
  • Laba : Rp.5.250.000 – Rp.3.759.900 = Rp.1.490.000,-
  • Return on Investment : 3 – 4 bulan (balik modal)
*Contoh Perhitungan Modal kerja
Modal Biaya percup : Rp.1.219,-
Penjualan Rata-rata/hari : 70 cup
Hari Kerja : 30 hari
Modal Kerja / bulan : 70 cupx 30 hari x Rp.1.219,- = Rp.2.559.000,-

2.5. Peran Waralaba (Franchising) dalam Nasional
Hasil investigasi lapangan perkembangan waralaba yang terjadi di dua kota besar yaitu Yogyakarta dan Jakarta yang bersumber dari kompas.com sebagai berikut:
YOGYAKARTA, Usaha waralaba di bidang makanan lebih cepat jenuh dibanding bidang lain. Dari sekitar 20 usaha waralaba makanan yang muncul di DIY, saat ini hanya sekitar 35 persen yang bisa terus berkembang.
Ketua Paguyuban Alumni Waralaba Yogyakarta Annas Yanuar mengatakan, pertumbuhan waralaba makanan di DIY cukup tinggi. Selain waralaba lokal, ada banyak waralaba dari luar yang masuk. “Hal itu membuat masyarakat cepat merasa jenuh dengan jenis-jenis makanan yang ditawarkan. Usaha makanan itu paling riskan karena larinya ke rasa . Kalau tidak ada variasi konsumen akan cepat jenuh,” katanya, Senin (5/10).
JAKARTA. Pengembangan calon wirausahawan muda hingga kini masih terganjal akses, baik permodalan, pembinaan, dan informasi. Hal itu kerap melemahkan motivasi para calon wirausahawan untuk bertahan di tengah arus kompetisi.
Berdasarkan hasil program Inisiatif Wirausaha dan Karyawan Muda (YEEI) yang dilaksanakan IBL pada tahun 2006-2009, jumlah pemuda dan pemudi berumur 18-24 tahun yang dibina untuk wirausaha adalah 650 orang dan karyawan 1.200 orang. Dari jumlah itu, kaum muda yang menjadi wirausahawan 580 orang atau 89 persen, dan disalurkan ke perusahaan 1.000 orang (83 persen).  
Usaha jasa
Sementara itu, usaha berbasis waralaba di bidang jasa mulai menggeliat. Sebagian usaha berbasis waralaba jasa itu memanfaatkan peluang bisnis dari gaya hidup konsumtif segmen masyarakat berpenghasilan menengah ke atas.
Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukandar mengemukakan, usaha berbasis waralaba di bidang jasa yang mulai marak antara lain pendidikan, termasuk bimbingan belajar, dan kursus.
Sementara itu, bisnis berbasis waralaba di bidang cucian kendaraan juga mulai berkembang dengan menawarkan keunikan obat-obatan dan pola pencucian. Bisnis itu bertumbuh seiring dengan terus bertambahnya jumlah kendaraan.
Data AFI menunjukkan, hingga Juni tahun 2009, terdapat 750 usaha berbasis waralaba dan waralaba lokal di Indonesia. “Masyarakat yang konsumtif adalah peluang pasar,” ujar Anang.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Perencanaan bisnis merupakan alat yang sangat penting bagi pengusaha maupun pengambil keputusan kebijakan perusahaan dengan tujuan agar kegiatan bisnis yang akan dilaksanakan maupun yang sedang berjalan tetap berada dijalur yang benar sesuai dengan yang direncanakan. Salah satu perancanaan bisnis yang cukup menjanjikan yaitu tawaran investasi waralaba (franchising) karena Masyarakat yang konsumtif adalah peluang pasar, dengan mengetahui dan memahami pengertian, unsur-unsur, tipe-tipe waralaba, contoh-contoh, pembagian waralaba dan berdasarkan pengalaman yang matang, investasi ini akan menghasilkan balikan modal awal, laba dan perluasan jaringan usaha. Dibawah naungan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), merupakan perkumpulan para pengusaha waralaba yang ada di Indonesia. Waralaba local saat ini lebih tumbuh dan berkembang pesat, menguntungkan dan tahan terhadap krisis ekonomi, karena biaya produksi dan pajak dapat diminamilisir supaya dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat di Negara Republik Indonesia. Dengan kata lain, waralaba termasuk salah satu penyangga perekonomian Nasional.

3.2. Saran
Berhati-hatilah dalam memilih usaha waralaba, artinya harus waspada dalam memutuskan rencana bisnis anda, biasanya janji awal usaha memang manis tetapi dalam pelaksanaan akan menghadapi suatu permasalahan yang membutuh solusi pemecahan dan kesabaran. Dengan pikiran cermat dan tepat memilih usaha waralaba dapat memaksimalkan keberhasilan. Sesuai dengan kondisi pasar, masyarakat yang konsumtif merupakan keuntungan tersendiri bagi para pengusaha waralaba. Perkembangan usaha waralaba sangat peka sekali terhadap perubahan ekonomi dan selera masyarakat. Di Indonesia usaha waralaba tumbuh dan berkembang sangat maju dari tahun ke tahun bertambah, sehingga memungkinkan orang untuk menekuni usaha ini.

DAFTAR PUSTAKA